Albert
Einstein adalah salah satu sosok pemikir yang sangat dikagumi sekaligus
sangat dibenci di pengujung abad 20 dan bahkan hingga kini. Kenapa
demikian? Karena selain penemuan-penemuan spektakulernya di bidang sains
dan teknonogi yang sulit ditandingi oleh para ilmuan pada masanya,
Einstein kerap melancarkan kritik pedas pada gereja dan
doktrin-doktrinnya yang dianggap tidak rasional. Menurut Einstein,
gereja telah melakukan ”pembodohan massal” dengan konsep ketuhanan yang
tidak masuk akal.
Kritik yang disampaikan Einstein tersebut sebenarnya berangkat dari
kegelisahannya ihwal eksistensi Tuhan yang tak kunjung ditemukan. Ia
tidak puas dengan sosok Tuhan yang dipersonalkan atau digambarkan mirip
manusia (antropomorfisme) dalam Kitab Injil. Selain itu, ia juga
mengkritik filsafat ketuhanan yang dikembangkan oleh gereja yang
terkenal dengan istilah Trinitas: Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Roh
Kudus. Sampai akhir hayatnya, Einstein belum menemukan jawaban yang
rasional terkait dengan filsafat ketuhanan tersebut.
Dalam logika Einstein yang mendasarkan pikirannya pada fisika dan
matematika, Tuhan yang dipersonalkan jelas tidak masuk akal. Karena itu,
dengan tegas ia menolak: ”Tentang Tuhan saya tidak dapat menerima suatu
konsep apa pun yang berdasarkan otoritas gereja. Sepanjang yang saya
ingat, saya membenci indoktrinasi massal. Saya tidak mengimani karena
takut akan kehidupan, takut akan kematian, maupun iman yang buta…” .
Pernyataan Einstein tersebut tak pelak membuat panas telinga para
pemuka agama Nasrani. Ia dianggap mengingkari Al-Kitab yang seharusnya
diimani tanpa harus diperdebatkan lagi. Einstein memang cukup berani
membongkar sekian ayat yang terdapat dalam kitab Injil yang tidak sesuai
dengan nalar logikanya. Ia sama sekali tidak mengimani Injil sebagai
sabda Tuhan karena sepanjang penelitiannya terdapat pertentangan antara
Injil yang satu dengan lainnya. Dalam Injil Yohanes, misalnya, Eisntein
melihat ada pertentangan ayat yang sangat mendasar dengan Injil Barnabas
(The Gospel of Barnabas) yang naskah aslinya ditemukan di The Emperial
Library Wina, Austria. Atas dasar inilah Einstein semakin tidak yakin
akan kebenaran Injil. Apalagi fakta sejarah menunjukkan bahwa ketika
Paus St. Glasius I bertahta pada 492-496, Vatikan secara resmi melarang
Injil Barnabas beredar dan dibaca oleh umat Kristiani.
Einstein menilai keputusan tersebut sangat paradoks dan sulit
diterima oleh akal sehat. Sehingga dengan lantang ia menuduh Paus telah
melakukan campur tangan dalam penulisan Injil.
Kritik pedas inilah yang membuat vatikan kegerahan. Einstein dianggap
terlalu berlebihan dan mengada-ada. Pihak gereja kemudian bergerak
lebih cepat untuk menyikapi apa yang telah dikemukakan pemikir yang
berpengaruh itu agar tidak mereduksi keimanan umat Kristiani di seluruh
dunia.
Seorang pemuka Nasrani yang berasal dari Lutheran Church of Our
Savior, yakni pendeta Carl F. Weldman menanggapi dengan keras pendapat
Einstein yang menolak Tuhan dipersonalkan: ”Tidak ada Tuhan selain Tuhan
personal! Einstein tidak mengetahui apa yang sedang diucapkannya. Dia
salah total!”. Dalam pandangan Carl F. Weldman, pernyataan
Einstein bukanlah termasuk bagian dari pencarian hakiki akan
eksistensiNya. Akan tetapi hanyalah sebentuk provokasi yang tidak
didasari oleh iman yang kuat.
Sri Paus Yohanes Paulus II yang bertahta di Vatikan juga ikut
menyerang Einstein: ”Menginginkan bukti-bukti ilmiah tentang Tuhan sama
dengan merendahkan Tuhan ke derajad wujud-wujud dunia kita dan karenanya
kita akan keliru secara metodologis berkenaan dengan apa itu Tuhan.
Sains harus mengakui batas-batasnya serta ketidakmampuannya untuk
mencapai eksistensi Tuhan, ia tidak bisa mengukuhkan ataupun mengingkari
eksistensiNya…”
Semua umat Kristiani yang menerima filsafat ketuhanan dengan modal
iman jelas menganggap Einstein sebagai pengingkar (kafir). Ilmuan peraih
nobel yang pada akhir hayatnya kedua bola matanya dijugil untuk
diawetkan itu dituduh atheis karena logika berpikirnya tidak sejalan
dengan Al-Kitab.
Tuduhan yang sama sebenarnya juga dilancarkan oleh para pemuka agama
Yahudi yang menganggap Einstein anti-Tuhan karena telah berani menolak
untuk menjalani bar mitzvah, yaitu upacara untuk menjadi komunitas orang
Yahudi. Sebagaimana diulas oleh Wisnu Arya Wardhana dalam buku ini,
sejak kecil Einstein memang hidup dengan ”dua agama”: Yahudi dan
Katholik. Jika pada pagi hari ia belajar agama Katholik di Katholik
Petersschule, sedangkan sorenya ia menerima pelajaran agama Yahudi dari
Alexander Moszkowski, guru privat yang sengaja didatangkan oleh orang
tuanya
Dengan demikian, Einstein sudah mempelajari dengan cukup cermat isi
Kitab Talmud (Taurat) dan isi Al-Kitab (Injil) sejak ia masih kecil,
yakni saat masih berumur tujuh tahun. Walaupun pada saat itu ia belum
berani melakukan koreksi terkait beberapa ayat yang tidak sesuai dengan
jalan pikirannya.
Hidup dengan dua agama bukanlah sesuatu yang aneh bagi Einstein. Ia
belajar agama Yahudi karena termasuk agama leluhurnya, sedangkan
pelajaran Katholik ia dalami tak lain karena pencariannya akan
eksistensi Tuhan. Namun sepanjang yang dipelajari Einstein dari kedua
Kitab Suci tersebut, yakni Taurat dan Injil, sosok Tuhan yang sesuai
dengan jalan pikirannya tak juga ditemukan.
Judul Buku : Einstein Membantah Taurat & InjilSumber : http://jawapos.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar